Kamis, 16 Januari 2014

Potret Pembelajaran di Sekolah Dasar



       Ada berbagai macam potret pembelajaran yang ada di sekolah dasar, entah itu terpenuhi segala apa yang di butuhkan oleh kegiatan pembelajaran ataukah jauh dari kesempurnaan yang berakibat pada tingkat keberhasilan belajar. Berikut adalah potret dari pembelajaran di sekolah dasar yang perlu di kritisi oleh pelaku pendidikan.
A. Sarana –Prasarana dan Keterjangkauan Wilayah
Seperti yang telah kita ketahui bersama, selain terbatasnya tenaga guru, kemdala proses belajar-mengajar yang selama ini ditemukan adalah kurang memadainya sarana dan prasarana penunjang yang ada. Bagi yang kebetulan mengajar di daerah yang secara geografis terpencil, mungkin saat ini Anda merasakan bahwa apa yang disampaikan merupakan kenyataan yang setiap hari Anda temukan. Bagi yang mengajar di tempat yang telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, berikut adalah contoh yang layak untuk direnungkan bagaimana proses pembelajaran yang semestinya dilakukan. Untuk memperjelas pemahaman Anda, perhatikan contoh-contoh berikut ini.
Contoh 1.
Siswa kelas satu SD Negeri Inpres Bomomani mengikuti pelajaran sambil duduk di lantai karena ruang kelas di desa pedalaman Distrik Mapia, Kabupaten Nabire, Papua itu kekurangan kursi.
Selain kekurangan meja-kursi,perpustakaan itu juga tidak mempunyai koleksi buku. Sekolah juga tidak memiliki buku pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, serta kekurangan ruang belajar dan guru.

Sumber: //pendidikanpapua.blogspot.com/2007/09/buramnya-pendidikan-di-kabupaten-nabire.html-11Ok- (diakses 14 November 2007)
Contoh 2.
Togizita adalah sebuah desa berpenduduk 2.000 jiwa di pedalaman Nias (Sumatera Utara). Jaraknya dari Gunung Sitoli hanya 59 km, tetapi dibutuhkan lima jam dengan kendaraan untuk mencapainya. Desa yang diapit Sungai Oyo dan Siwalawa (masing-masing lebarnya 50-8- meter dan tanpa jembatan) mempunyai tiga Sekolah Dasar dengan 700 murid, sedangkan satu SMP, dan satu SMA masih dalam persiapan dan baru dibuka tahun ini. Selain dari Togizita, siswa datang dari desa-desa kecil di seberang kedua sunngai yang mengapit Togizita. Dari situlah saran-prasarana kurang memadai karena keterjangkauan wilayah karena letak geografis yang terpencil dan kurang adanya kesadaran pentingnya suatu pendidikan.
Dari contoh diatas dapat ditark kesimpulan bahwa pertama, letak geografis suatu lembaga pendidikan sehingga untuk menjangkaunya diperlukan waktu dan alat transportasi yang memadai. Akibatnya, apa yang telah ada tidak mampu untuk dirawat dan dipelihara karena kurangnya tenaga pendidik dan kependidikan yang ada.
Sebagai contoh di kawasan selatan kota Jakarta, tepatnya daerah Parung, terdapat suatu Kompleks sekolah modern, mulai dari SD-SMA yang dilengkapi dengan saran dan prasarana yang sangat memadai.

 Untuk tingkat SD, selain jumlah siswa dibatasi maksimal 25 siswa. Untuk mendukung lancarnya proses belajara-mengajar, setiap siswa memperoleh fasilitas antar jemput dari rumah ke rumah dengan mobil yang kondisinya layak jalan tentu saja dilengkapi AC. Selain itu, untuk mendukung kegiatan berkesenian atau kegiatan besar lainnya, sekolah juga memiliki ruang sidang besar.
Dengan situasi yang demikian siswa merasa nyaman dan proses belajar-mengajar bisa berlangsung secara kondusif.
B. Ketidakmerataan Jumlah Guru
Salah satu persoalan dari seorang guru di tanah air, selain kesejahteraan adalah ketidakmerataan jumlah mereka. Perbandingan anatara guru yang mengajar di daerah terpencil dengan guru yang mengajar di kota sangat jauh. Jadi dari segi kualitas, jumlah guru sebetulnya belum memadai, tetapi tidak demikian dengan pemerataan dan kualitasnya.
Dengan adanya potret seperti contoh-contoh diatas diharapkan dari semua pihak untuk merenungkan kembali arti penting dari sebuah pendidikan, khususnya untuk generasi muda yang nantinya menjadi tunas bangsa yang tangguh.

Daftar Pustaka
http://pendidikanpapua.blogspot.com/2007/09/buramnya-pendidikan-di-kabupaten-nabire.html-11Ok- (diakses 14 November 2007)
Wardani, dkk. 2009. “Perspektif Pendidikan SD”. Jakarta: Pusat Penerbitan UT
Ismail, dkk. 2007. “Pembaruan dalam Pembelajaran”. Jakarta : Pusat Penerbitan UT