Jumat, 15 November 2013

Makalah Landasan Psikologi Pendidikan Sifat dan Kejiwaan Manusia

Bab I 
Pendahuluan

Manusia merupakan subjek dalam kehidupan, sebab sebagai makhluk ciptaan tuhan dialah yang selalu melihat, bertanya, berpikir dan mempelajari segala sesuatu yang ada dalam kehidupanya. Manusia bukan hanya tertarik mempelajari apa yang ada pada lingkunganya atau sesuatu diluar dirinya tetapi juga hal-hal tentang dirinya. Dengan perkataan lain manusia ingin mengetahui keadaan manusia sendiri, manusia menjadi objek studi dari manusia.
Landasan psikologi merupakan dasar-dasar pemahaman dan pengkajian sesuatu dari sudut karakteristik dan prilaku manusia, khususnya manusia sebagai individu. Dalam diri seorang manusia pasti terdapat kepribadian yang menjadiakan dirinya bisa berinteraksi dengan dirinya sendiri juga masyarakat.
Kepribadian atau “personality”  sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “per” dan “sonare” yang berarti topeng, tetapi juga berasal dari kata “personae” yang berarti pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng itu.
Sehubungan dengan asal kedua kata tersebut, Ross Stagner (1961,h.13), mengartikan kepribadian dalam dua macam. Pertama, kepribadian sebagai topeng (mask personality),yaitu kepribadian yang berpura-pura atau yang dibuat-buat, yang semu atau mengandung kepalsuan. Kedua, kepribadian sejati (real personality) yaitu kepribadian yang sesungguhnya, asli.
Kepribadian semu bisa berbeda dari suatu saat ke saat yang lain, dari situasi ke situasi yang lain, dan keribadian seperti itu pasti ada maksudnya. Kepribadian sejati bersifat menetap, menunjukkan ciri-ciri yang lebih permanen, tetapi karena kepribadian juga bersifat dinamis perbedaan-perbedaan atau perbahan pasti ada yaitu disesuaikan dengan situasi, tetapi perubahannnya tidak mendasar yaitu tidak ada unsur dibuat-buat.
Kepribadian merupakan suatu konsep abstrak yang menggambarkan bagaimana individu dan mengapa individu berperilaku. Kepribadian adalah jumlah dari sifat-sifat. Individu memiliki sejumlah sifat atau ciri-ciri, seperti bertubuh kekar, berkulit sawo matang, berambut kriting, berbakat musik, periang, bersahabat, rajin, dsb. Tetapi seringkali i kepribadian diartikan sebagi penjumlahan dari sifat-sifat tersebut, akan tetapi  merupakan kesatupaduan dari semua aspek, misalnya kemampuan dan ciri-ciri diatas. Kesatuapaduan atau integritas lebih sekedar penjumlahan, sebab dalam kesatupaduan terdapat hubungan fungsional diantara aspek, kemampuan ciri-ciri tersebut sebagai suatu harmoni. Dalam kepribadian seseorang selalu erat kaitannya dengan sikap, sifat, tempramen dan watak yang dimilikinya.

Bab II
Tinjauan Pustaka 
 
A.   Sikap, Sifat, Tempramen dan Watak
a.      Sikap
Sikap, atau yang dalam bahasa inggris disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Sikap adaalah suatu perbuatan/tingkah laku sebagai reaksi/respon terhadap sesuatu rangsangan/stimulus, yang disertai dengan pendirian dan perasaan orang itu.
Ellis mengemukakan tentang sikap itu sebagai berikut : attitude involve some knowledge of situation. However, the essential aspect of the attitude is found in the fact that some characteristic feeling or emotion is experienced, and as we would accordingly expect some definite tendency to action is associated
Jadi menurut Ellis, yang sangat memegang peranan penting di dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons, atau kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal,sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang, menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.
Tiap orang mempunyai sikap berbeda-beda terhadap sesuatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan, dan juga situasi lingkungan. Demikianpula sikap pada diri seseorang terhadap sesuatu/perangsang yang sama mungkin juga tidak selalu sama.
Menurut Ellis faktor-faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap anak-anak yang perlu diperhatikan didalam pendidikan ialah
1.       kematangan (maturation),
1.         keadaan fisik anak,
2.         pengaruh keluarga,
3.          lingkungan sosial,
4.         kehidupan sekolah, dan
5.          cara guru mengajar.

2.      Sifat
Kata “sifat” (traits) dalam istilah psikologi, berarti ciri-ciri tingkah laku yang tetap ataupun hampir tetap pada seseorang. Untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada seseorang yang sebenarnya, memerlukan waktu dan proses pergaulan yang lama, tergesa-gesa menyangka hanya sifat-sifat tertentu pada seseorang adalah suatu perbuatan yang ceroboh dan seringkali menimbulkan salah terka.
Alport, seorang ahli psikologi yang sangat terkenal dalam uraiannya tentang kepribadian (personality), mengemukakan pendapatnya tentang sifat itu sebagai berikut : “traits are dynamic and flexible dispositions, resulting, at least in part, from the intergration of specific habits, expressing characteristic modes of adaptation to one’s surrounding “. Dapat kita terjemahkan sebagai berikut sifat ialah disposisi yang dinamis dan fleksibel, yang dihasilkan dari pengintegrasian kebiasaan-kebiasaan khusus/tertentu, yang menyatakan diri sebagai cara-cara penyesuaian yang khas terhadap lingkungannya. Yang dimaksud dengan “disposisi” dalam batasan tersebut ialah : suatu unsur kepribadian yang mencerminkan kencenderungan-kecenderungan masa lalu atau pengalaman-pengalaman yang telah lampau. Sesuai dengan batasan diatas, dapat juga dikatakan bahwa tingkah laku seseorang yang merupakan sifat itu diatur/dipengaruhi dari dalam diri individu itu sendiri, dan relatif bebas dari pengaruh-pengaruh lingkungan luar. Atau secara sederhana dapat dikatakan : sifat merupakan ciri-ciri tingkah laku atau perbuatan yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri seperti pembawaan, minat, konstitusi tubuh dan cenderung bersifat tetap/stabil.
Disamping itu, hendaknya diketahui pula bahwa dalam setiap individu terdapat macam-macam sifat yang saling berhubungan satu sama lain, dan kesemuanya merupakan pola tingkah laku yang menetukan bagaimana watak atau karakter orang tersebut
Menurut John Amos Comenius, manusia mempunyai tiga komponen jiwa yang menggerakkan aktifitas jiwa-raga. Tiga komponen jiwa tersebut meliputi: syaraf pertumbuhan, perasaan dan intelek. Oleh karena itu dikatakan, bahwa manusia mempunyai tiga sifat dasar. yaitu:
a.       Sifat tumbuh-tumbuhan
adalah salah satu sifat yang menjadikan manusia tumbuh secara alami dalam lingkunganya berdasarkan prinsip-prinsip biologis. Sifat ini didukung oleh syaraf pertumbuhan
b.      Sifat hewani,
yaitu sifat yang mendorong manusia berkeinginan untuk mencari keseimbangan hidup. Melalui inderanya, manusia menjadi sadar dan menuruti keinginan-keinginanya. Hal ini disebabkan adanya perasaan di dalam jiwa manusia.
c.       Sifat intelektual,
 yaitu sifat yang mampu membedakan baik atau buruknya suatu obyek, dan dapat mengarahkan keinginan dan emosinya. Sifat intelektual manusia inilah yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dengan adanya sifat intelektual ini, manusia dilebihkan derajatnya dari makhluk-makhluk lain.
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya.
.
3.      Tempramen
ada orang yang mengartikan temperamen sama (synonim) dengan watak. Temperamen merupakan salah satu komponen dari watak. Jadi dengan demikian, sikap, sifat dan temperamen semuanya merupakan aspek-aspek kepribadian pula.
Temperamen adalah sifat-sifat jiwa sangat erat berhubungannya dengan konstitusi tubuh. Yang dimaksud dengan konstitusi tubuh di sini adalah keadaan jasmani seseorang yang terlihat dalam hal-hal yang khas baginya, seperti keadaan darah, pekerjaan kelenjar, pencernaan, pusat saraf, dan lain-lain.
Temperamen lebih merupakan pembawaan dan sangat dipengaruhi/tergantung kepada konstitusi tubuh. Oleh karena itu temperamen sukar diubah atau dididik, tidak dapat dipengaruhi oleh kemauan atau kata hati orang yang bersangkutan, untuk lebih jelasnya, dapat diperhatikan contoh-contoh berikut: bing slamet memiliki kemampuan melawak yang sangat dikagumi, karena ia memiliki tipe tubuh dan raut muka yang demikian rupa, sehingga baru saja melihat mimiknya orang sudah ingin tertawa. Lain halnya dengan Iskak, meskipun ia juga terkenal sebagai pelawak termasuk dalam kwartet jaya, lawakan Iskak dapat kita lihat lebih “dibuat-buat”. Jadi tempramen dapat dikaitkan dengan konstitusi tubuh seseorang.
Jika ketika aspek kepribadian tersebut diatas kita jajarkan maka sebagai rangkuman dapat dikatakan sebagai berikut:
1.                  Sikap adalah hasil dari pengaruh lingkungan, sedangkan
2.                  Temperamen hampir-hampir tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan
3.                  Sifat berada di tengah-tengah, merupakan percampuran antara sifat-sifat
pembawaan dan pengaruh lingkungan.

4.   Watak
Watak , pengertian watak seringkali pula dihubungkan dengan penertian moral atau nilai-nilai etis, yakni tentang apa yang disebut baik dan buruk. Untuk memberikan definisi yang tepat tentang apa yang dimaksud dengan watak, adalah sangat sukar kalau tidak boleh dikatakan tidak mungkin.
I.R. pedjawijatna mengemukakan “watak atau karakter ialah seluruh aku yang ternyata dalam tindakannya terlibat dalam situasi, jadi memang dibawah pengaruh dari pihak bakat, temperamen, keadaan tubuh, dan lain sebagainya”
Selanjutnya ia mengatakan, bahwa watak itu dapat dipengaruhi dan dididik, tetapi pendidikan watak itu tetap merupakan pendidikan yang amat individual dan tergantung kepada kehendak bebas dari orang yang dididiknya.
Valentino, mengemukakan tentang watak dalam hubungannya dengan “the self” seperti berikut: watak ialah  struktur batin manusia yang nampak dalam tindakan tertentu dan tetap baik tindakan itu baik ataupun buruk. Lebih dari temperamen, yang sangat dipengaruhi oleh konstitusi tubuh dan pembawaan lainnya, maka watak atau karakter lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti: pengalaman, pendidikan, inteliensi dan kemauan.
Kerchensteiner membagi watak manusia menjadi dua bagian, yakni watak biologis dan watak intelijibel watak biologis mengandung nafsu/dorongan insting yang rendah, yang terikat kepada kejasmanian atau kehidupan biologisnya. Watak biologis ini tidak dapat diubah dan dididik. Sedangkan watak intelijibel ialah yang bertalian dengan kesadaran dan intelijensi manusia. Watak ini mengandung fungsi-fungsi jiwa yang tinggi, seperti: kekuatan kemauan, kemampuan membentuk pendapat atau berfikir, kehalusan perasaan. Menurut Kerchensteiner, watak inilah yang dapat diubah dan dididik. Ia menyarankan, bahwa untuk mendidik watak seseorang (anak didik) dengan baik, didiklah kemauannya, cara berfikirnya, dan kehalusan perasaannya ke arah yang baik.

B.   Kejiwaan Manusia
1.     Pengertian
Jiwa atau Jiva berasal dari bahasa sanskerta yang artinya benih kehidupan,dalam bahasa inggris disebut "soul". Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian dan sinonim dengan roh, akal, atau awak diri. Hakikat kejiwaan manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta aktivitas-aktivitas kejiwaan dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan tingkah laku yang lebih sempurna daripada makhluk-makhluk lain.
2.     Kekuatan Jiwa Manusia
Plato (428-348 SM) mengungkapkan, bahwa jiwa manusia terdiri atas tiga kekuatan, yaitu:
a.       Akal adalah bagian jiwa manusia yang merupakan kekuatan untuk menemukan kebenaran dan kesalahan. Dengan akal, manusia mampu menentukan arah dan pijakan untuk melangkah mencari kebenaran dan jalan terang dalam mengarungi bahtera kehidupan. Misalnya mengetahui bahwa psikologi pendidikan adalah mata kuliah yang menyenangkan.
b.      Spirit adalah kekuatan untuk menjalankan gagasan-gagasan yang telah diputuskan oleh akal melalui pemilihan berbagai alternatif gagasan. Spirit merupakan kekuatan penggerak kehidupan pribadi manusia. Misalnya rasa senang terhadap psikologi pendidikan menjadikan sebuah keinginan untuk mempelajarinya.
c.       Nafsu, merupakan kekuatan paling kongkrit dalam diri manusia, yang terbentuk dari segenap keinginan dan selera yang sangat erat berhubungan dengan fungsi-fungsi jasmaniah. Misalnya usaha mengikuti perkuliahan psikologi pendidikan yang didasari keinginan untuk mempelajarinya.

Sedangkan Jean Jacques Rousseau (1712-1778), mengemukakan bahwa kekuatan jiwa manusia ada lima, yaitu;
a.       Penginderaan terjadi apabila objek-objek eksternal berinteraksi dengan organ-organ indera.
b.       Perasaan sangat erat hubungannya dengan penginderaan
c.       Keinginan sangat erat kaitannya dengan perasaan senang atau tidak senang, cocok atau tidak cocok, setuju atau tidak setuju.
d.      Kemauan sangat erat hubungannya dengan keinginan.
e.       Akal sebagai kekuatan penemu ide umum maupun kebenaran sesuatu ide.

3.      Aktivitas Kejiwaan Manusia
a.     Pengamatan
Mata merupakan indra penglihatan manusia yang berfungsi untuk mengamati segala sesuatu yang ada dalam lingkungan sekitar yang akan menciptakan adanya kesan dan tanggapan. Manusia merupakan makhluk yang aktif dalam merespon segala situasi lingkngan yang dilihatnya. Sehingga manusia secara normal akan selalu mencari objek-objek dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya secara sadar  maupun secara tidak sadar. Makin baik daya reaksi terhadap lingkungan manusia akan makin banyak memiliki kesan (tanggapan)[1][4].
b.     Tanggapan
Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok, dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan, ketika objek yang diamati tidak lagi berada dalam ruang dam waktu pengamatan. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa demikian ini disebut tanggapan. Misalnya sekilas melihat Bapak Ka’anto, akan menimbulkan sebuah kesan seorang laki-laki, gagah, berambut pendek, dan sebagainya. 
Tanggapan terbagi menjadi dua, yaitu;
1.      Tanggapan di bawah sadar, atau tidak disadari, dan suatu saat bisa disadarkan kembali disebut “laten” (tersembunyi, belum terungkap)
2.      Tanggapan yang disadari disebut “aktual[2][5].


c.      Fantasi
Fantasi adalah daya jiwa untuk membentuk atau mencipta  tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang sudah ada[3][6]. Fantasi sebagai kemampuan jiwa manusia dapat terjadi dalam dua keadaan, yaitu;
1)      Secara disadari, yaitu apabila fantasi terjadi secara sadar. Hal ini banyak ditemukan pada seorang pelukis, dan pemahat.
2)      Secara tidak disadari, yaitu bila individu tidak secara sadar telah dituntut oleh fantasinya. Keadaan semacam ini banyak dijumpai pada anak-anak[4][7].

d.     Ingatan
Ingatan merupakan proses langsung dalam mengangkat kembali informasi yang pernah diterima dalam kesadaran[5][8].
Ingatan adalah suatu daya jiwa kita yang dapat menerima, menyimpan dan mereproduksikan kembali pengertian-pengertian atau tanggapan-tanggapan kita.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi ingatan:
1)    Sifat perseorangan
2)    Keadaan diluar jiwa (alam sekitar atau lingkungan, keadaan jasmani)
3)    Keadaan jiwa (kemauan, perasaan).
4)    Umur.
Macam-Macam Ingatan:
1)     Daya ingatan mekanis, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan pengindraan.
2)     Daya Ingatan logis, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan yang mengandung pengertian[6][9].


e.      Berfikir
Berfikir merupakan salah satu pilihan manusia untuk mencoba memperoleh informasi. Dengan berfikir, manusia dapat belajar dengan melakukan trial and error secara intelektual.
Proses menerima, menyimpan, dan mengolah kembali informasi, (baik informasi yang didapat lewat pendengaran, penglihatan atau penciuman) biasa disebut “berfikir”. Berfikir adalah media untuk menambah perbendaharaan/khazanah otak manusia. Manusia memikirkan dirinya, orang-orang di sekitarnya dan alam semesta.
Dalam berfikir, seseorang menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan persoalan yang dihadapi. Dalam pemecahan persoalan, individu membeda-bedakan, mempersatukan dan berusaha menjawab pertanyaan, mengapa, untuk apa, bagaimana, dimana dan lain sebagainya[7][10].
f.       Perasaan.
Perasaan merupakan gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala mengenal dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf[8][11].
Perasaan merupakan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang dialami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif[9][12].
Menurut Prof. Hukstra, Perasaan adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa senang dan tidak senang[10][13].
Perasaan seperti halnya emosi yaitu merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk kontinum atau garis. Kontinum ini bergerak dari ujung yang paling positif yaitu sangat senang sampai dengan ujung yang paling negative yaitu sangat tidak senang. Suatu perasaan apakah itu senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, lega atau tegang dll., timbul karena adanya perangsang dari luar. Perangsang dari luar berbaur dengan kondisi sesaat dari individu da membangkitkan sutu perasaan. Intesitas perasaan yang dihayati seseorang pada suatu saat bergantung kepada kuat atau lemahnya perangsang-perangsang yang datang, kondisi sesaat, serta kesan. Oleh karena itu perasaan sangat bersifat subjektif dan temporer artinya persaan antara orang dengan orang lain berbeda-beda.
Meskipun perasaan itu bersifat subjektif dan temporer, namun perasaan-perasaan tertentu muncul dari suatu kebiasaan seperti contoh; orang Padang senang masakaan rendang yang pedas, orang Yogya senang gudeg yang manis, orang Sunda senang sayur asam dan lalap sambal[11][14].
g.     Gejala Jiwa Campuran.
Yang termasuk gejala jiwa campuran yaitu:
1)  Perhatian, yaitu konsentrasi atau aktivitas jiwa kita terhadap pengamatan, pengertian dengan mengesampingkan yang lain.
2)  Kelelahan, semacam peringatan dari jiwa kita kepada jiwa dan rasa, yang sudah mempergunakan kekuatan secara maksimal.
3)  Saran, pengaruh terhadap jiwa dan laku seseorang dengan maksud tertentu sehingga pikiran perasaan dan kemauan terpengaruh olehnya, tanpa dengan pemikiran atau pertimbangan


[1][4] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), Cet-2, Hlm. 22.
[2][5] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) Hlm. 68
[3][6] M.Ishom Ahmadi, Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah, (Yogyakarta: SJ Press, 2009) Hlm. 70
[4][7] Abu Ahmadi, Op-Cit,. Hlm. 81
[5][8] Syaifuddin Azwar, Psikologi Inteligensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2002) Cet-3, Hlm. 29.
[6][9] Agus Sujatno, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara,1993) Cet-9, Hlm. 41-42.
[7][10] Abu Ahmadi, Op-Cit., Hlm. 83.
[8][11] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo Graha Persada, 2006) Hlm.66.
[9][12] Abu Ahmadi dan M. Umar , Psikologi umum edisi revisi, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1992) Hlm. 59
[10][13] Agus Sujanto, Psikologi Umum. (Jakarta: Bumi Aksara, 1979) Hlm. 75
[11][14] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda karya, Hlm. 78