Bab I
Pendahuluan
Manusia merupakan
subjek dalam kehidupan, sebab sebagai makhluk ciptaan tuhan dialah yang selalu
melihat, bertanya, berpikir dan mempelajari segala sesuatu yang ada dalam
kehidupanya. Manusia bukan hanya tertarik mempelajari apa yang ada pada
lingkunganya atau sesuatu diluar dirinya tetapi juga hal-hal tentang dirinya.
Dengan perkataan lain manusia ingin mengetahui keadaan manusia sendiri, manusia
menjadi objek studi dari manusia.
Landasan psikologi
merupakan dasar-dasar pemahaman dan pengkajian sesuatu dari sudut karakteristik
dan prilaku manusia, khususnya manusia sebagai individu. Dalam diri seorang
manusia pasti terdapat kepribadian yang menjadiakan dirinya bisa berinteraksi
dengan dirinya sendiri juga masyarakat.
Kepribadian
atau “personality” sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “per”
dan “sonare” yang berarti topeng, tetapi juga berasal dari kata “personae” yang
berarti pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng itu.
Sehubungan
dengan asal kedua kata tersebut, Ross Stagner (1961,h.13), mengartikan
kepribadian dalam dua macam. Pertama, kepribadian sebagai topeng (mask personality),yaitu kepribadian yang berpura-pura atau yang dibuat-buat, yang
semu atau mengandung kepalsuan. Kedua, kepribadian sejati (real personality) yaitu kepribadian yang sesungguhnya, asli.
Kepribadian
semu bisa berbeda dari suatu saat ke saat yang lain, dari situasi ke situasi
yang lain, dan keribadian seperti itu pasti ada maksudnya. Kepribadian sejati
bersifat menetap, menunjukkan ciri-ciri yang lebih permanen, tetapi karena
kepribadian juga bersifat dinamis perbedaan-perbedaan atau perbahan pasti ada
yaitu disesuaikan dengan situasi, tetapi perubahannnya tidak mendasar yaitu
tidak ada unsur dibuat-buat.
Kepribadian
merupakan suatu konsep abstrak yang menggambarkan bagaimana individu dan
mengapa individu berperilaku. Kepribadian adalah jumlah dari sifat-sifat. Individu
memiliki sejumlah sifat atau ciri-ciri, seperti bertubuh kekar, berkulit sawo
matang, berambut kriting, berbakat musik, periang, bersahabat, rajin, dsb.
Tetapi seringkali i kepribadian diartikan sebagi penjumlahan dari sifat-sifat
tersebut, akan tetapi merupakan
kesatupaduan dari semua aspek, misalnya kemampuan dan ciri-ciri diatas.
Kesatuapaduan atau integritas lebih sekedar penjumlahan, sebab dalam
kesatupaduan terdapat hubungan fungsional diantara aspek, kemampuan ciri-ciri
tersebut sebagai suatu harmoni. Dalam kepribadian seseorang selalu erat
kaitannya dengan sikap, sifat, tempramen dan watak yang dimilikinya.
Bab II
Tinjauan Pustaka
A.
Sikap, Sifat,
Tempramen dan Watak
a.
Sikap
Sikap, atau yang dalam bahasa
inggris disebut attitude adalah suatu
cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi
dengan cara tertentu terhadap sesuatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Sikap
adaalah suatu perbuatan/tingkah laku sebagai reaksi/respon terhadap sesuatu
rangsangan/stimulus, yang disertai dengan pendirian dan perasaan orang itu.
Ellis mengemukakan
tentang sikap itu sebagai berikut : attitude
involve some knowledge of situation. However, the essential aspect of the
attitude is found in the fact that some characteristic feeling or emotion is
experienced, and as we would accordingly expect some definite tendency to
action is associated
Jadi menurut Ellis,
yang sangat memegang peranan penting di dalam sikap ialah faktor perasaan atau
emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons, atau kecenderungan untuk bereaksi.
Dalam beberapa hal,sikap merupakan penentu yang penting dalam tingkah laku
manusia. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif,
yaitu senang atau tidak senang, menurut dan melaksanakan atau
menjauhi/menghindari sesuatu.
Tiap orang mempunyai
sikap berbeda-beda terhadap sesuatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai
faktor yang ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam
bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan, dan juga situasi
lingkungan. Demikianpula sikap pada diri seseorang terhadap sesuatu/perangsang
yang sama mungkin juga tidak selalu sama.
Menurut Ellis faktor-faktor yang
sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap anak-anak yang perlu
diperhatikan didalam pendidikan ialah
1. kematangan
(maturation),
1.
keadaan fisik anak,
2.
pengaruh keluarga,
3.
lingkungan sosial,
4.
kehidupan sekolah, dan
5.
cara guru mengajar.
2.
Sifat
Kata “sifat” (traits) dalam istilah
psikologi, berarti ciri-ciri tingkah laku yang tetap ataupun hampir tetap pada
seseorang. Untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada seseorang yang
sebenarnya, memerlukan waktu dan proses pergaulan yang lama, tergesa-gesa
menyangka hanya sifat-sifat tertentu pada seseorang adalah suatu perbuatan yang
ceroboh dan seringkali menimbulkan salah terka.
Alport, seorang ahli
psikologi yang sangat terkenal dalam uraiannya tentang kepribadian
(personality), mengemukakan pendapatnya tentang sifat itu sebagai berikut : “traits are dynamic and flexible
dispositions, resulting, at least in part, from the intergration of specific
habits, expressing characteristic modes of adaptation to one’s surrounding “.
Dapat kita terjemahkan sebagai berikut sifat ialah disposisi yang dinamis dan
fleksibel, yang dihasilkan dari pengintegrasian kebiasaan-kebiasaan
khusus/tertentu, yang menyatakan diri sebagai cara-cara penyesuaian yang khas
terhadap lingkungannya. Yang dimaksud dengan “disposisi” dalam batasan tersebut
ialah : suatu unsur kepribadian yang mencerminkan kencenderungan-kecenderungan
masa lalu atau pengalaman-pengalaman yang telah lampau. Sesuai dengan batasan
diatas, dapat juga dikatakan bahwa tingkah laku seseorang yang merupakan sifat
itu diatur/dipengaruhi dari dalam diri individu itu sendiri, dan relatif bebas
dari pengaruh-pengaruh lingkungan luar. Atau secara sederhana dapat dikatakan :
sifat merupakan ciri-ciri tingkah laku atau perbuatan yang banyak dipengaruhi
oleh faktor-faktor dari dalam diri seperti pembawaan, minat, konstitusi tubuh
dan cenderung bersifat tetap/stabil.
Disamping itu, hendaknya
diketahui pula bahwa dalam setiap individu terdapat macam-macam sifat yang
saling berhubungan satu sama lain, dan kesemuanya merupakan pola tingkah laku
yang menetukan bagaimana watak atau karakter orang tersebut
Menurut John Amos Comenius, manusia mempunyai tiga
komponen jiwa yang menggerakkan aktifitas jiwa-raga. Tiga komponen jiwa
tersebut meliputi: syaraf pertumbuhan, perasaan dan intelek. Oleh karena itu
dikatakan, bahwa manusia mempunyai tiga sifat dasar. yaitu:
a.
Sifat tumbuh-tumbuhan
adalah salah satu sifat
yang menjadikan manusia tumbuh secara alami dalam lingkunganya berdasarkan
prinsip-prinsip biologis. Sifat ini didukung oleh syaraf pertumbuhan
b.
Sifat hewani,
yaitu sifat yang
mendorong manusia berkeinginan untuk mencari keseimbangan hidup. Melalui
inderanya, manusia menjadi sadar dan menuruti keinginan-keinginanya. Hal ini
disebabkan adanya perasaan di dalam jiwa manusia.
c.
Sifat intelektual,
yaitu
sifat yang mampu membedakan baik atau buruknya suatu obyek, dan dapat
mengarahkan keinginan dan emosinya. Sifat intelektual manusia inilah yang
membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dengan adanya sifat intelektual
ini, manusia dilebihkan derajatnya dari makhluk-makhluk lain.
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri
karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan. Meskipun
antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi
biologisnya.
.
3.
Tempramen
ada orang yang mengartikan temperamen
sama (synonim) dengan watak. Temperamen merupakan salah satu komponen dari
watak. Jadi dengan demikian, sikap, sifat dan temperamen semuanya merupakan
aspek-aspek kepribadian pula.
Temperamen adalah
sifat-sifat jiwa sangat erat berhubungannya dengan konstitusi tubuh. Yang
dimaksud dengan konstitusi tubuh di sini adalah keadaan jasmani seseorang yang
terlihat dalam hal-hal yang khas baginya, seperti keadaan darah, pekerjaan
kelenjar, pencernaan, pusat saraf, dan lain-lain.
Temperamen lebih
merupakan pembawaan dan sangat dipengaruhi/tergantung kepada konstitusi tubuh.
Oleh karena itu temperamen sukar diubah atau dididik, tidak dapat dipengaruhi
oleh kemauan atau kata hati orang yang bersangkutan, untuk lebih jelasnya,
dapat diperhatikan contoh-contoh berikut: bing slamet memiliki kemampuan
melawak yang sangat dikagumi, karena ia memiliki tipe tubuh dan raut muka yang
demikian rupa, sehingga baru saja melihat mimiknya orang sudah ingin tertawa.
Lain halnya dengan Iskak, meskipun ia juga terkenal sebagai pelawak termasuk
dalam kwartet jaya, lawakan Iskak dapat kita lihat lebih “dibuat-buat”. Jadi
tempramen dapat dikaitkan dengan konstitusi tubuh seseorang.
Jika ketika aspek kepribadian
tersebut diatas kita jajarkan maka sebagai rangkuman dapat dikatakan sebagai
berikut:
1.
Sikap adalah hasil dari pengaruh
lingkungan, sedangkan
2.
Temperamen hampir-hampir tidak
dipengaruhi oleh lingkungan dan
3.
Sifat berada di tengah-tengah, merupakan
percampuran antara sifat-sifat
pembawaan dan
pengaruh lingkungan.
4.
Watak
Watak , pengertian watak seringkali
pula dihubungkan dengan penertian moral atau nilai-nilai etis, yakni tentang
apa yang disebut baik dan buruk. Untuk memberikan definisi yang tepat tentang
apa yang dimaksud dengan watak, adalah sangat sukar kalau tidak boleh dikatakan
tidak mungkin.
I.R. pedjawijatna
mengemukakan “watak atau karakter ialah seluruh aku yang ternyata dalam
tindakannya terlibat dalam situasi, jadi memang dibawah pengaruh dari pihak
bakat, temperamen, keadaan tubuh, dan lain sebagainya”
Selanjutnya ia
mengatakan, bahwa watak itu dapat dipengaruhi dan dididik, tetapi pendidikan
watak itu tetap merupakan pendidikan yang amat individual dan tergantung kepada
kehendak bebas dari orang yang dididiknya.
Valentino, mengemukakan
tentang watak dalam hubungannya dengan “the self” seperti berikut: watak
ialah struktur batin manusia yang nampak
dalam tindakan tertentu dan tetap baik tindakan itu baik ataupun buruk. Lebih
dari temperamen, yang sangat dipengaruhi oleh konstitusi tubuh dan pembawaan
lainnya, maka watak atau karakter lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan seperti: pengalaman, pendidikan, inteliensi dan kemauan.
Kerchensteiner membagi
watak manusia menjadi dua bagian, yakni watak biologis dan watak intelijibel
watak biologis mengandung nafsu/dorongan insting yang rendah, yang terikat
kepada kejasmanian atau kehidupan biologisnya. Watak biologis ini tidak dapat
diubah dan dididik. Sedangkan watak intelijibel ialah yang bertalian dengan
kesadaran dan intelijensi manusia. Watak ini mengandung fungsi-fungsi jiwa yang
tinggi, seperti: kekuatan kemauan, kemampuan membentuk pendapat atau berfikir,
kehalusan perasaan. Menurut Kerchensteiner, watak inilah yang dapat diubah dan
dididik. Ia menyarankan, bahwa untuk mendidik watak seseorang (anak didik)
dengan baik, didiklah kemauannya, cara berfikirnya, dan kehalusan perasaannya
ke arah yang baik.
B.
Kejiwaan Manusia
1.
Pengertian
Jiwa atau Jiva berasal dari
bahasa sanskerta yang artinya benih kehidupan,dalam bahasa inggris disebut
"soul". Biasanya jiwa dipercaya mencakup pikiran dan kepribadian dan
sinonim dengan roh, akal, atau awak diri. Hakikat
kejiwaan manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta
aktivitas-aktivitas kejiwaan dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan
tingkah laku yang lebih sempurna daripada makhluk-makhluk lain.
2. Kekuatan Jiwa Manusia
Plato (428-348 SM) mengungkapkan, bahwa jiwa manusia
terdiri atas tiga kekuatan, yaitu:
a.
Akal adalah bagian jiwa manusia yang merupakan
kekuatan untuk menemukan kebenaran dan kesalahan. Dengan akal, manusia mampu
menentukan arah dan pijakan untuk melangkah mencari kebenaran dan jalan terang
dalam mengarungi bahtera kehidupan. Misalnya mengetahui bahwa psikologi
pendidikan adalah mata kuliah yang menyenangkan.
b.
Spirit adalah kekuatan untuk menjalankan
gagasan-gagasan yang telah diputuskan oleh akal melalui pemilihan berbagai
alternatif gagasan. Spirit merupakan kekuatan penggerak kehidupan pribadi
manusia. Misalnya rasa senang terhadap psikologi pendidikan menjadikan sebuah
keinginan untuk mempelajarinya.
c.
Nafsu, merupakan kekuatan paling kongkrit dalam diri
manusia, yang terbentuk dari segenap keinginan dan selera yang sangat erat
berhubungan dengan fungsi-fungsi jasmaniah. Misalnya usaha mengikuti
perkuliahan psikologi pendidikan yang didasari keinginan untuk mempelajarinya.
Sedangkan Jean Jacques Rousseau (1712-1778),
mengemukakan bahwa kekuatan jiwa manusia ada lima, yaitu;
a.
Penginderaan terjadi apabila objek-objek eksternal
berinteraksi dengan organ-organ indera.
b.
Perasaan sangat erat
hubungannya dengan penginderaan
c.
Keinginan sangat erat kaitannya dengan perasaan senang
atau tidak senang, cocok atau tidak cocok, setuju atau tidak setuju.
d.
Kemauan sangat erat hubungannya dengan keinginan.
e.
Akal sebagai kekuatan penemu ide umum maupun kebenaran
sesuatu ide.
3. Aktivitas Kejiwaan Manusia
a. Pengamatan
Mata merupakan indra penglihatan manusia yang
berfungsi untuk mengamati segala sesuatu yang ada dalam lingkungan sekitar yang
akan menciptakan adanya kesan dan tanggapan. Manusia merupakan makhluk yang
aktif dalam merespon segala situasi lingkngan yang dilihatnya. Sehingga manusia
secara normal akan selalu mencari objek-objek dalam lingkungan untuk memenuhi
kebutuhannya secara sadar maupun secara tidak sadar. Makin baik daya
reaksi terhadap lingkungan manusia akan makin banyak memiliki kesan (tanggapan)[1][4].
b. Tanggapan
Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang
pokok, dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan, ketika objek
yang diamati tidak lagi berada dalam ruang dam waktu pengamatan. Jadi, jika
proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja,
peristiwa demikian ini disebut tanggapan. Misalnya sekilas melihat Bapak
Ka’anto, akan menimbulkan sebuah kesan seorang laki-laki, gagah, berambut
pendek, dan sebagainya.
Tanggapan terbagi menjadi dua, yaitu;
1.
Tanggapan di bawah sadar, atau tidak disadari, dan
suatu saat bisa disadarkan kembali disebut “laten”
(tersembunyi, belum terungkap)
c. Fantasi
Fantasi adalah daya jiwa untuk membentuk atau
mencipta tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang sudah ada[3][6]. Fantasi sebagai
kemampuan jiwa manusia dapat terjadi dalam dua keadaan, yaitu;
1)
Secara disadari, yaitu apabila fantasi terjadi secara
sadar. Hal ini banyak ditemukan pada seorang pelukis, dan pemahat.
2)
Secara tidak disadari, yaitu bila individu tidak
secara sadar telah dituntut oleh fantasinya. Keadaan semacam ini banyak
dijumpai pada anak-anak[4][7].
d.
Ingatan
Ingatan merupakan proses langsung dalam
mengangkat kembali informasi yang pernah diterima dalam kesadaran[5][8].
Ingatan adalah suatu daya jiwa kita yang dapat
menerima, menyimpan dan mereproduksikan kembali pengertian-pengertian atau
tanggapan-tanggapan kita.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi ingatan:
1) Sifat perseorangan
2) Keadaan diluar jiwa (alam
sekitar atau lingkungan, keadaan jasmani)
3) Keadaan jiwa (kemauan,
perasaan).
4) Umur.
Macam-Macam Ingatan:
1) Daya ingatan mekanis,
artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan pengindraan.
2) Daya Ingatan logis,
artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan yang mengandung pengertian[6][9].
e. Berfikir
Berfikir merupakan salah satu pilihan manusia
untuk mencoba memperoleh informasi. Dengan berfikir, manusia dapat belajar
dengan melakukan trial and error secara intelektual.
Proses menerima, menyimpan, dan mengolah
kembali informasi, (baik informasi yang didapat lewat pendengaran, penglihatan
atau penciuman) biasa disebut “berfikir”. Berfikir adalah media untuk menambah
perbendaharaan/khazanah otak manusia. Manusia memikirkan dirinya, orang-orang
di sekitarnya dan alam semesta.
Dalam berfikir, seseorang menghubungkan
pengertian satu dengan pengertian lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan
persoalan yang dihadapi. Dalam pemecahan persoalan, individu membeda-bedakan,
mempersatukan dan berusaha menjawab pertanyaan, mengapa, untuk apa, bagaimana,
dimana dan lain sebagainya[7][10].
f. Perasaan.
Perasaan merupakan gejala psikis yang bersifat
subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala mengenal dan dialami dalam
kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf[8][11].
Perasaan merupakan suatu keadaan kerohanian
atau peristiwa kejiwaan yang dialami dengan senang atau tidak senang dalam
hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif[9][12].
Menurut Prof. Hukstra, Perasaan adalah suatu
fungsi jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut rasa
senang dan tidak senang[10][13].
Perasaan seperti halnya emosi yaitu merupakan
suasana batin atau suasana hati yang membentuk kontinum atau garis. Kontinum
ini bergerak dari ujung yang paling positif yaitu sangat senang sampai dengan
ujung yang paling negative yaitu sangat tidak senang. Suatu perasaan apakah itu
senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, lega atau tegang dll., timbul
karena adanya perangsang dari luar. Perangsang dari luar berbaur dengan kondisi
sesaat dari individu da membangkitkan sutu perasaan. Intesitas perasaan yang
dihayati seseorang pada suatu saat bergantung kepada kuat atau lemahnya
perangsang-perangsang yang datang, kondisi sesaat, serta kesan. Oleh karena itu
perasaan sangat bersifat subjektif dan temporer artinya persaan antara orang
dengan orang lain berbeda-beda.
Meskipun perasaan itu bersifat subjektif dan
temporer, namun perasaan-perasaan tertentu muncul dari suatu kebiasaan seperti
contoh; orang Padang senang masakaan rendang yang pedas, orang Yogya senang
gudeg yang manis, orang Sunda senang sayur asam dan lalap sambal[11][14].
g. Gejala Jiwa Campuran.
Yang termasuk gejala jiwa campuran yaitu:
1) Perhatian, yaitu konsentrasi
atau aktivitas jiwa kita terhadap pengamatan, pengertian dengan mengesampingkan
yang lain.
2) Kelelahan, semacam
peringatan dari jiwa kita kepada jiwa dan rasa, yang sudah mempergunakan
kekuatan secara maksimal.
3) Saran, pengaruh
terhadap jiwa dan laku seseorang dengan maksud tertentu sehingga pikiran
perasaan dan kemauan terpengaruh olehnya, tanpa dengan pemikiran atau
pertimbangan
[1][4] Abu Ahmadi,
Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008),
Cet-2, Hlm. 22.
[8][11] Sumardi
Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo Graha Persada,
2006) Hlm.66.
[9][12] Abu Ahmadi
dan M. Umar , Psikologi umum edisi revisi, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1992) Hlm. 59
[11][14] Nana
Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT.
Remaja Rosda karya, Hlm. 78
Bagus,bisa djadikan rfrensi :-)
BalasHapusmkasih ya,,
Hapussmoga bermanfaat,, :D
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBagus nih, ijin copas buat tugas ya ;)
BalasHapusya gpp,, pokoke ga plagiat,, B-)
Hapushehehhe
good posting sobat, sangat menarik. keep share ^_^
BalasHapusjangan lupa kunjungi juga blog saya, Karinatrirosanti.blogspot.com
okee2.. karina cantikkk,,, :D
HapusMenarik banget hasil karya tulisnya
BalasHapusPas bgt bwat dijadikan reverensi
Terus di tingkatkan lagi ea sobat berkaryanya
makasih ya,, :)
Hapussipp dah..
Good article discusses the psychology of the human psyche
Hapusbagus isi tulisannya..d tunggu tulisan yang lain y
BalasHapusmakasih ya :)
Hapusiya,, siapp,,
psikologi memang salah satu pokok penunjang penyampaian pendidikan kepada seseorang.
BalasHapuspenulisannya bagus buat reverensi
ditunggu tulisan yang selanjutnya ea
makasi ya,,
Hapussipp daah,, :D
Isi artikelnya sangat bermanfaat bagi para pendidik, karena pendidikan berkaitan dengan psikologi peserta didik,
BalasHapusDitunggu artikel menarik selanjutnya.... Sukses terus ya ? ?
makasi ya,,:D
Hapuswah referensi bagus nie. jadi makin mendalami psikologi peserta didik. hehehe
BalasHapusbagus artikelnya
BalasHapusartikelnya sangat bermanfaat mbk
BalasHapusBagus artikel.nya ...dunia pendidikan akan semakin maju
BalasHapusbagus artikelnya..
BalasHapuslanjutkan..