Kamis, 09 April 2015

“Filsafat Pendidikan Pancasila”

“Filsafat Pendidikan Pancasila” 
Oleh : Siti Lianatuz Zuhro
S1-PGSD 
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi dalam kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi bangsa dan negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa diilhami dan berpedoman ajaran-ajaran filsafat bangsa itu sendiri. Dengan demikian, kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat.
Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya. Demi kelangsungan eksistensi itu, diwariskanlah nilai-nilai itu pada generasi selanjutnya. Dan untuk itu, jalan dan proses yang efektif untuk ditempuh hanya melalui pendidikan. Pada prinsipnya, setiap masyarakat dan bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis bangsa itu sendiri, bar kemudian untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan lain. Kesadaran dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan negara yang dianutnya.

A.    Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa
Dalam ketetapan MPR Nomor XX/MPR/2003, Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Disamping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Oleh karena itu, kita perlu memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa upaya itu, Pancasila hanya akan menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Pancasila yang dimaksud disini adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari 5 sila dan penjabarannya sebanyak 36 butir yang masing-masing tidak dapat dipahami secara terpisah melainkan satu kesatuan.
Sangatlah wajar kalau Pancasila dikatakan sebagai filsafat hidup bangsa karena menurut Muhammad Noor Syam (1983: 346), nilai-nilai dasar dalam sosio buadaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradaban yang meliputi:
1.      Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana
2.      Kesadaran kekeluargaan, dimana cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan sinambungnya generasi.
3.      Kesadaran musyawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama
4.      Kesadaran gotong-royong, tolong-menolong.
5.      Kesadaran tenggang tasa atau tepa selira,  sebagai semagat kekeluargaan dan kebersamaan, hormat menghormati dan memelihara kesatuan, saling pengertian demi keutuhan, kerukunan, dan kekeluargaan dalam kebersamaan.
Itulah yang termaktub dalam Pancasila dengan 36 butir-butirnya. Dengan begitu, pada dasarnya masyarakat Indonesia tetap melaksanakan Pancasila, walaupun sifatnya masih merupakan kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sudah beradab lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa.

B.     Pancasila sebagai Filafat Pendidikan Nasional
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memang mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan (UU No.2 Tahun 1989 tentang SPN 1992:23). Karena itu, pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai suatu sistem pegajaran nasional, sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2.
Pendidikan suatu bangsa akan mengikuti ideologi yang dianut oleh bangsa yang bersangkutan. Karenanya, sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan dan pandangan hidup Pancasila.
Oleh karena itu, sangat tidak mungkin jika Sistem Pendidikan Nasional dijiwai oleh sistem filsafat pendidikan lain selain Pancasila. Hal ini tercermin dalam tujun Pendidikan Nasional yang termuat dalam UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni : pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampian, kesehatan jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakatan.

C.    Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan
Pancasila merupakan dasar negara yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain, sedangkan filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan filsafat. Jika kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan, ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai pancasila itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentu pendidikanlah yang mempunyai peran utama.

D.    Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
1.      Ontologi
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang ada. Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika, sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakikat sesuatu (Muhammad Noor Syam,1984:24). Jadi, ontologi adalah cabang dari filsafat yang persoalan pokoknya adalah apakah kenyataan atau realita itu.
Dalam kenyataannya, Pancasila dapat dilihat dari penghayatan dan pengalaman kehidupan sehari-hari. Dan bila dijabarkan menurut sila-sila dari Pancasila itu adalah sebagai berikut ;
a.         Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pertama ini, kita diharapkan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang juga merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan. Karena itu, di lingkungan keluarga, sekolah dan di masyarakat ditanamkan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.
Sebagai contoh, dalam kurikulum telah banyak ditemukan pelajaran yang bernilaikan Pancasila. Dalam era globalisasi sekarang ini, dengan kemajuan yang pesat, kita dihadapkan pada permasalahan-permasalahn yang rumit. Namun, dengan berpedoman pada Pancasila kita mampu mengahadapinya, di samping itu kita harus memiliki imtaq. Kita percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati antarpemeluk agama, tidak memaksakan suatu agama pada orang lain. Semua ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan pengelaman dari sila-sila Pancasila.
b.        Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Manusia yang ada di muka bumi ini mempunyai harkat dan martabat yang sama, yang diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan fitrahnya sebagai hamba Allah (Darmodiharjo, 1988: 40).
Pendidikan tidak membedakan usia, agama, dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia mempunyai kebebasan dalam hal menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang sama, kecuali tingkat ketakwaan sesorang. Oleh karena yang dibangun adalah masyarakat Pancasila, maka pendidikan harus dijiwai Pancasila sehingga akan melahirkan masyarakat yang susila, bertanggung jawab, adil dan  makmur, baik spiritual maupun materiil dan berjiwa Pancasila. Dengan demikian, sekolah harus mencerminkan sila-sila dari Pancasila.
c.         Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Persatuan merupakan kunci kemenangan. Dengan persatuan yang kuat kita dapat menikmati alam kemerdekaan. Indonesia secara geografis membentang dari 95-141˚ bujur timur dan 6-11˚ lintang selatan. Pancasila dan UUD 1945 serta kecintaan terhadap tanah air menghapus perasaan kesukuan yang sempit dan memotivasi untuk penyebaran dan pemerataan pemba
d.        Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat ini sering dikaitkan dengan kehidupan berdemokrasi. Dalam hal ini, demokrasi sering juga diartikan sebagai kekuasaan ada di tangan rakyat. Bila dilihat dari dunia pendidikan, maka hal ini sangat relevan karena menghargai pendapat orang lain demi kemajuan. Jadi, dalam menyusun tujuan pendidikan, diperlukan ide-ide dari orang lain demi kemajuan pendidikan.
e.         Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia
Setiap bangsa di dunia bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Keadilan ini meliputi kebutuhan di bidang materiil dan di bidang spiritual yang didasarkan pada asas kekeluargaan.
Dalam sistem pendidikan nasional, maksud adil dalam arti luas mencakup seluruh aspek pendidikan yang ada. Adil disini adalah adil dalam melaksanakan pendidikan, anatar ilmu umum dan keagamaan itu seimbang disamping mengejar IPTEK, kita juga mengejar Imtaq yang merupakan tujuan dari ibadah. Adil juga dalam arti sempit di kelas, pendidik tidak boleh membeda-bedakan siswa. Selain itu contoh lain yaitu seorang kepala sekolah harus adil terhadap bawahannya secara wajar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2.      Epistemologi
Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan (adanya) benda-benda. Epistemologi dapat juga berarti bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas validitas dan hakikat ilmu pengetahuan.dengan filsafat, kita dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkatan ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan berwarga negara. Untuk itu bangsa indonesia telah menemukan filsafat Pancasila.
a.      Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui akal atau panca indra dan dari ide atau tuhan. Berbeda dengan pancasila, ia lahir tidak secara mendadak, tetapi melalui proses panjang yang dimatangkan dengan perjuangan. Pancasila digali dari bumi indonesia yang merupakan dasar negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, tujuan atau arah untuk mencapai cita-cita dan perjanjian luhur rakyat indonesia (Widjaya, (1985: 176-177).
Dengan demikian, Pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya melalui perjuangan rakyat. Bila kita hubungkan dengan Pancasila, maka dapat kita ketahui bahwa apakah ilmu itu didapat melalui rasio atau datang dari tuhan.
b.      Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kepribadian manusia adalah subjek yang secara potensial dan aktif berkesadaran tahu atas eksistensi diri, dunia, bahkan juga sadar dan tahu bila di suatu ruang dan waktu ‘tidak ada” apa-apa (kecuali ruang dan waktu itu sendiri). Manusia itu mempunyai potensi atau basis yang dapat dikembangkan. Pancasila adalah ilmu yang diperoleh melalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan mempunyai ilmu moral, diharapkan tidak lagi terjadi kekerasan dan kesewenang-wenangan manusia terhadap yang lainnya. Tingkat kedalaman pengetahuan merupakan perwujudan dari potensi rasio dan intelegensi yang tinggi. Proses pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan secara teknis edukatif lebih sederhana. Komunikasi antara guru dan siswa berfungsi memperjelas bahan-bahan informasi untuk menyamakan persepsi yang ditangkap dari berbagai sumber. Jadi, seorang guru tidak boleh memonopoli kebenaran. Nilai pengetahuan dalam pribadi telah menjadi kualitas dan martabat kepribadian subjek pribadi yang bersangkutan.
c.       Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Proses terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja sama atau produk hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar dengan faktor kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan. Dalam hal ini, sebagai contohnya adalah ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya. Bila ini dihubungkan dengan pancasila maka sangat sesuai, karena dalam hubungan antar manusia itu diperlukan suatu landasan yaitu Pancasila. Dengan demikian, kita terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri suatu masyarakat dan bagaimana terbentuknya suatu masyarakat.
d.      Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Manusia diciptakan oleh Allah Swt sebagai pemimpin di muka bumi ini untuk memakmurkan umat manusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk memimpin dengan bijaksana. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan memang mempunyai peranan yang besar, tetapi itu tidak menutup kemungkinan peran keluargadan masyarakat dalam membentuk manusia indonesia yang seutuhnya. Jadi, dalam hal ini diperlukan suatu ilmu keguruan untuk mencapai guru yang ideal, guru yang kompeten. Setiap manusia bebas mengeluarkan pendapat dengan melalui lembaga pendidikan. Setiap ada permasalahan diseleseikan dengan jalan musyawarah, agar mendapat kata mufakat.
e.       Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia
Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan prestasi individu serta sebagai karya budaya umat manusia merupakan martabat kepribadian manusia. Dalam arti luas, adil diatas dimaksudkan seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Hal ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu melalui informal, formal, dan nonformal. Dalam sistem pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuan yang mengejar Iptek dan Imtaq. Di bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordinir dalam hal mengentaskan kemiskinan, dimana hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila. Kita harus menghormati dan menghargai hasil karya orang lain, hemat yang berarti pengeluaran sesuai dengan kebutuhan.



3.      Aksiologi
Aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai tidak akan timbul dengan sendirinya, nilai timbul karena manusiamempunyai bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Jadi, masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai. Dikatakan mempunyai nilai, apabila berguna, benar (logis), bermoral, etis dan ada nilai religius. Dengan demikian, dapat pula dibedakan nilai materil dan nilai spiritual. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memiliki nilai-nilai: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
a.      Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Percaya kepada Allah merupakan hal yang paling utama dalam ajaran islam. Di setiap kita mengucapkan kalimat Alloh, baik itu dalam sholat, menikahkan orang, dikumandangkan adzan, para dai mula-mula menyiarkan islam dengan menanamkan keimanan. Dari segi tempat ibadah, dimana-mana kita jumpai tempat ibadah yang baik itu masjid, langgar, atau musholla. Dilihat dari segi pendidikan, sejak dari tingkat kanak-kanak sampai perguruan tinggi, diberikan pelajaran agama dan hal ini merupakan sub-sistem dari sistem pendidikan nasional.
b.      Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam kehidupan umat islam, setiap umat muslim yang datang ke masjid untuk sholat berjamaah berhak berdiri di depan dengan tidak membedakan keturunan, ras, dan kedudukan. Di mata Allah sama, kecuali ketakwaan seseorang. Inilah sebagian kecil contoh dari nilai-nilai Pancasila yang ada dalam kehidupan umat islam.
c.       Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Islam mengajarkan supaya bersatu dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan, mengajarkan untuk taat kepada pemimpin. Memang Indonesia adalah negara Pancasila, bukan negara yang berdasarkan satu agama. Meskipun demikian, warga negara kita tidak lepas dari pembinaan dan bimbingan kehidupan beragama untuk terwujudnya kehidupan beragama yang rukun dan damai. Ketika masa prjuangan Republik Indonesia, para ulama menfatwakan persatuan berjuang melawan penjajah adalah perang fi sabilillah. Sedangkan di zaman sekarang ini, berjuang yang merupakan amal saleh adalah apabila diniatkan karena ibadah. Begitu juga dalam pendidikan, jika kita ingin berhasil, kita harus berkorban demi tercapainya tujuan yang di dambakan. Yang jelas, warga negara punya tanggung jawab untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini. Bercerai berai kita runtuh, bersatu kita teguh!.
d.      Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Jauh sebelum islam datang, di Indonesia sudah ada sikap gotong royong dan musyawarah. Dengan datangnya islam, sikap ini lebih diperkuat lagi dengan keterangan Al-Qur’an. Di dalamnya juga diterangkan bahwa dalam hasil musyawarah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawabdan dipertanggungjwabkan secara moral kepada Allah Swt.
e.       Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia
Adil berarti seimbang antara hak dan kewajiban. Dalam segi pendidikan, adil itu seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama, dimana ilmu agama adalah subsistem dari sistem pendidikan nasional.
Mengembangkan perbuatan yang luhur, menghormati hak orang lain, suka memberi pertolongan, bersikap hemat, suka bekerja, menghargai hasil karya orang lain dan bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Dengan berdasarkan butir-butir dari sila kelima ini, kita dapat mengetahui bahwa nilai-nilai yang ada pada sila kelima ini telah ada sebelum Islam datang. Nilai-nilai ini sudah menjadi darah daging dan telah diamalkan di Indonesia.
Filsafat pendidikan pancasila adalah tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai Sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengelaman dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya adalah subjek manusia Indonesia seutuhnya. Subjek manusia Indonesia seutuhnya ini terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.



BAB III
PENUTUP

a.      Kesimpulan
Dalam ketetapan MPR Nomor XX/MPR/2003, Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Disamping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Oleh karena itu, kita perlu memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa upaya itu, Pancasila hanya akan menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.

b.      Saran
Saran yang dapat penulis kemukakan kepada pembaca agar dapat lebih memahami filsafat pancasila secara mendasar. Dan memahami pula tentang kedudukan pancasila sebagai dasar negara, serta menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat.




Daftar Rujukan

Jalaluddin, dkk. 2011. Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat dan Pendidikan). Jakarta: PT RajaGravindo Persada.

Wiramihardja, Sutardjono A. 2009. Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama.

Pemikiran Filsafat Pendidikan di Indonesia

"Pemikiran Filsafat Pendidikan di Indonesia"


A.    LatarBelakang
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga tersebut memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Adapun cakupan landasan pendidikan adalah: landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial budaya, landasan psikologi, dan landasan ekonomi. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai landasan filsafat.
Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering dikatakan filsafat umum. sementara itu filsafat yang terbatas ialah filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat agama, dan sebagainya.
Jadi berfikir filsafat dalam pendidikan adalah berfikir mengakar/ menuju akar atau intisari pendidikan. Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya: apakah yang dimaksud dengan pengetahuan dan/ atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan kanan di dalam ruang tetapi tidak terikat oleh waktu? Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sekitar pendidikan dan ilmu pendidikan. Kiranya kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia, lebih-lebih untuk anak-anak kita masing-masing; ilmu pendidikan secara umum tidak begitu maju ketimbang ilmu-ilmu sosial dan biologi tetapi tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan atau ilmu perilaku.

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat dan pendidikan sebenarnya adalah dua istilah yang mempunyai makna sendiri. Akan tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah tema yang baru dan khusus. Filsafat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara umum. Filsafat pendidikan memandang kegiatan pendidikan sebagai objek yang dikaji. Ada banyak defisini mengenai filsafat pendidikan tapi akhirnya semua mengatakan dan mengajukan soal kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam rangka menyelesaikan permasalahan pendidikan. Upaya ini kemudian menghasilan teori dan metode pendidikan untuk menentukan gerak semua aktivitas pendidikan.
B.       Fungsi Filsafat Pendidikan
Fungsi Filsafat Pendidikan adalah melaksanakan studi tentang masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan memfokuskan pada tiga masalah pokok pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1)    Apakah pendidikan itu?
2)    Mengapa manusia membutuhkan pendidikan dan apa tujuan dari pendidikan?
3)    Dengan cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai?
C.      Tujuan Filsafat Pendidikan
Tujuan Filsafat Pendidikan sebagaimana dikemukanan oleh Edward J. Power dalam J.M. Daniel (1985) dapat dicirikan sebagai berikut:
1)    Inspirational, yaitu memberikan ilham pada ilmuwan dan pelaksana pendidikan tentang model-model pendidikan tertentu.
2)    Analytical, mengacu pada tugas filsafat pendidikan untuk menemukan dan menafsirkan makna dalam bahasa dan praktek pendidikan.
3)    Prescriptif, memberikan panduan yang jelas dan tepat bagi praktek pendidikan dengan suatu komitmen tentang implementasinya.

Study tentang filsafat pendidikan menurut Knight yaitu:
1)    Membantu para pendidik lebih memahami masalah-masalah mendasar tentang pendidikan.
2)    Memungkinkan lebih mampu mengevaluasi berbagai saran yang ditawarkan sebagai solusi untuk masalah-masalah tersebut.
3)    Membantu kejelasan berpikir tentang tujuan kehidupan dan tujuan pendidikan.
4)    Membantu mengembangkan kedalaman sudut pandang yang konsisten serta program yang berkaitan secara realistis dengan konteks dunia yang lebih luas.
D.      Manfaat Filsafat Pendidikan
Pendidikan dapat dibedakan menjadi dua wilayah yaitu humanisme dan akademik. Sisi humanisme mengembangkan manusia dari segi ketrampilan dan praktik hidup. Sementara aspek akademik menekankan nilai kognitif dan ilmu murni. Keduanya merupakan aspek penting yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Filsafat pendidikan berperan untuk terus menganalisa dan mengkritisi aspek akademik dan humanis demi sebuah pendidikan yang utuh dan seimbang. Filsafat pendidikan akan terus melakukan peninjauan terhadap proses pendidikan demi perkembangan pendidikan yang mencetak manusia handal.
E.       Kebutuhan Akan Filsafat Pendidikan
Melalui pengetahuan filsafat pendidikan para ahli teori pendidikan dapat menyaring apa yang cocok baginya, para ilmuwan pendidikan dapat mengadakan observasi, eksperimen dan demonstrasi pendidikan yang dibutuhkan, sedangkan para pendidik dapat melaksanakan pilihan yang cocok dalam mendidik.
F.       Objek Kajian Filsafat Pendidikan
Realitas-realitas pendidikan yang menjadi objek kajian filsafat pendidikan antara lain:
1)      Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempunaan.
2)      Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berpikir dan memengaruhi tatanan hidup suatu masyarakat.
3)      Tujuan pendidikan sebagai arah pengembangan model pendidikan.
4)      Relasi antara pendidik dan peserta didik sebagai subjek dan subjek.
5)      Pemamahaman dan pelaksanaan kurikulum dalam pendidikan.
6)      Metode dan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik.
7)      Hubungan antara lembaga pendidikan dengan tatanan masyarakat dan organisasi serta situasi sosial sekitar.
8)      Nilai dan pengetahuan sebagai aspek penting dalam pengajaran.
9)      Kaitan antara pendidikan dengan kelas sosial dan kenaikan taraf hidup masyarakat.
10)  Aliran-aliran filsafat yang dapat memberikan solusi atas masalah pendidikan.
Pada dasarnya filsafat pendidikan membicarakan tiga masalah pokok. Pertama, apakah sebenarnya pendidikan itu? Kedua, apakah tujuan pendidikan yang sejati? Ketiga, dengan metode atau cara apakah tujuan pendidikan dapat tercapai?
G.      Pancasila Sebagai Konsep Filsafat
Pancasila sebagai konsep filsafat memiliki nilai-nilai luhur yang menjiwai kehidupan bangsa Indonesia, karena didalamnya mengandung muatan-muatan filosofis yang dapat dikaji dan diyakini kebenarannya.
1)    Pancasila dan metafisika
Bangsa Indonesia meyakini adanya Tuhan YME sebagai causa prima. Keyakinan ini menjadi pondasi terhadap seluruh perilaku bangsa Indonesia untuk kehidupan bernegara.
2)    Pancasila dan epistemologi
Salah satu pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 adalah Negara hendaknya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pokok pikiran ini mengandung makna bahwa Negara berupaya meningkatkan keadilan, kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di segala bidang. Semuanya harus didukung melalui pengembangan ilmu pengetahuan.
3)    Pancasila dan aksiologi
Ilmu dan teknologi merupakan pondasi suksesnya pembangunan. Namun sukses tersebut memerlukan disiplin dari manusianya. Nilai dasar pancasila adalah kemerdekaan seperti tercantum pada alinea 3 pembukaan UUD 1945. Nilai kemerdekaan sebagai modal dasar bangsa Indonesia untuk lebih maju dalam keadilan dan kemakmuran rakyat.
H.      Pancasila Sebagai Landasan Filosofis Pendidikan di Indonesia
Pancasila sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan di Indonesia ditegaskan dalam TAP MPR RI No. 11/ MPR/ 1988 bahwa dasar pendidikan adalah Pancasila. Juga ditegaskan dalam UUSPN No.2 Tahun 1989, bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan yang diselenggarakan atas dasar falsafah hidup bangsa dikenal sebagai pendidikan nasional.
I.         Implikasi Filsafat Pancasila bagi Pendidikan
Tujuan hidup bangsa Indonesia adalah hidup kemanusiaan yang memiliki ciri-ciri nilai luhur pancasila. Ciri-ciri kemanusiaan yang terlihat dari pancasila adalah:
1)    Integral
Kemanusiaan yang diajarkan pancasila adalah kemanusiaan yang mengakui manusia seutuhnya, hakekat ini merupakan hakekat manusia sebagai subyek didik.
2)    Etis
Pancasila mengandung nilai-nilai moral yang menjadi pedoman tindakan dalam setiap bidang kehidupan. Jadi, pendidikan harus selasar dengan nilai-nilai pancasila.
3)    Religius
Pancasila mengakui Tuhan sebagai Maha Pencipta dan sumber eksistensi.
Filsafat pancasila mengimplikasikan bahwa kegiatan pendidikan harus menumbuh kembangkan nilai-nilai moral dari 5 sila pancasila pada diri subjek didik melalui berbagai kegiatan.


PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia,artinya filsafat sebagai pedoman dan pandangan hidup manusia, hakikat filsafat sebenarnya adalah berpikir, tapi tidak semua berpikir dikatakan berfilsafat, berfilsafat mempunyai tiga cirri, yaitu radikal (berpikir sampai keakar), sistematis (berpikir logis) dan universal (berpikir menyeluruh).
·         Manusia sangat membutuhkan filsafat dalam hidupnya, karena dengan filsafat manusia dapat menentukan keputusan dan tindakannya, dengan filsafat juga manusia dapat menghadapi kesimpangsiuran atau ketidakjelasan dalam hidup.
·         Begitu juga  dengan pendidikan, pendidikan membutuhkan filsafat sebagai  landasannya, sistem pendidikan yang berlandaskan filsafat akan menjadi sistem pendidikan yang kuat, kokoh sehingga dapat mencapai tujuannya.
·           Pendidikan yang layak adalah pendidikan yang mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan mempunyai landasan atau yang disebut falsafah, seperti halnya Indonesia yang mempunyai falsafah yaitu pancasila, pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa karena pancasila beasal dari nilai nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia dan sesuai dengan kehidupan bangsa Indonesia, begitupun dalam dunia pendidikan, Indonesia menjadikan pancasila sebagai landasan filosofi pendidikan. Pendidikan yang berlandaskan pancasila dikenal dengan nama pendidikan nasional. Pendidikan nasional mengimplikasikan kegiatan pendidikan harus mengaplikasikan nilai-nilai moral dari lima sila pancasila melalui berbagai kegiatan.




DAFTAR PUSTAKA

Barnadid, Imam. 1976. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Soegiono. 2012. Filsafat Pendidikan Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Setiawan, Muhammad. 2007. Filsafat Pendidikan dan Implikasinya. RBI-Online. (www.rbi-online.com/filsafat-pendidikan-dan-implikasinya.html, diakses tanggal 18 Oktober 2014).
Tirtarahardja, Umar dan Sulo, S.L.La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Wiramihardja, Sutardjo. 2009. Pengantar Filsafat. Bandung: PT. Refika Aditama.