Kamis, 09 April 2015

“Filsafat Pendidikan Pancasila”

“Filsafat Pendidikan Pancasila” 
Oleh : Siti Lianatuz Zuhro
S1-PGSD 
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi dalam kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi bangsa dan negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa diilhami dan berpedoman ajaran-ajaran filsafat bangsa itu sendiri. Dengan demikian, kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat.
Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya. Demi kelangsungan eksistensi itu, diwariskanlah nilai-nilai itu pada generasi selanjutnya. Dan untuk itu, jalan dan proses yang efektif untuk ditempuh hanya melalui pendidikan. Pada prinsipnya, setiap masyarakat dan bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis bangsa itu sendiri, bar kemudian untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan lain. Kesadaran dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan negara yang dianutnya.

A.    Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa
Dalam ketetapan MPR Nomor XX/MPR/2003, Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Disamping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Oleh karena itu, kita perlu memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa upaya itu, Pancasila hanya akan menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Pancasila yang dimaksud disini adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari 5 sila dan penjabarannya sebanyak 36 butir yang masing-masing tidak dapat dipahami secara terpisah melainkan satu kesatuan.
Sangatlah wajar kalau Pancasila dikatakan sebagai filsafat hidup bangsa karena menurut Muhammad Noor Syam (1983: 346), nilai-nilai dasar dalam sosio buadaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradaban yang meliputi:
1.      Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana
2.      Kesadaran kekeluargaan, dimana cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan sinambungnya generasi.
3.      Kesadaran musyawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama
4.      Kesadaran gotong-royong, tolong-menolong.
5.      Kesadaran tenggang tasa atau tepa selira,  sebagai semagat kekeluargaan dan kebersamaan, hormat menghormati dan memelihara kesatuan, saling pengertian demi keutuhan, kerukunan, dan kekeluargaan dalam kebersamaan.
Itulah yang termaktub dalam Pancasila dengan 36 butir-butirnya. Dengan begitu, pada dasarnya masyarakat Indonesia tetap melaksanakan Pancasila, walaupun sifatnya masih merupakan kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sudah beradab lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa.

B.     Pancasila sebagai Filafat Pendidikan Nasional
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memang mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan (UU No.2 Tahun 1989 tentang SPN 1992:23). Karena itu, pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai suatu sistem pegajaran nasional, sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2.
Pendidikan suatu bangsa akan mengikuti ideologi yang dianut oleh bangsa yang bersangkutan. Karenanya, sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan dan pandangan hidup Pancasila.
Oleh karena itu, sangat tidak mungkin jika Sistem Pendidikan Nasional dijiwai oleh sistem filsafat pendidikan lain selain Pancasila. Hal ini tercermin dalam tujun Pendidikan Nasional yang termuat dalam UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni : pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampian, kesehatan jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakatan.

C.    Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan
Pancasila merupakan dasar negara yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain, sedangkan filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan filsafat. Jika kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan, ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai pancasila itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentu pendidikanlah yang mempunyai peran utama.

D.    Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
1.      Ontologi
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang ada. Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika, sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakikat sesuatu (Muhammad Noor Syam,1984:24). Jadi, ontologi adalah cabang dari filsafat yang persoalan pokoknya adalah apakah kenyataan atau realita itu.
Dalam kenyataannya, Pancasila dapat dilihat dari penghayatan dan pengalaman kehidupan sehari-hari. Dan bila dijabarkan menurut sila-sila dari Pancasila itu adalah sebagai berikut ;
a.         Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pertama ini, kita diharapkan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang juga merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan. Karena itu, di lingkungan keluarga, sekolah dan di masyarakat ditanamkan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.
Sebagai contoh, dalam kurikulum telah banyak ditemukan pelajaran yang bernilaikan Pancasila. Dalam era globalisasi sekarang ini, dengan kemajuan yang pesat, kita dihadapkan pada permasalahan-permasalahn yang rumit. Namun, dengan berpedoman pada Pancasila kita mampu mengahadapinya, di samping itu kita harus memiliki imtaq. Kita percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati antarpemeluk agama, tidak memaksakan suatu agama pada orang lain. Semua ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan pengelaman dari sila-sila Pancasila.
b.        Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Manusia yang ada di muka bumi ini mempunyai harkat dan martabat yang sama, yang diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan fitrahnya sebagai hamba Allah (Darmodiharjo, 1988: 40).
Pendidikan tidak membedakan usia, agama, dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia mempunyai kebebasan dalam hal menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang sama, kecuali tingkat ketakwaan sesorang. Oleh karena yang dibangun adalah masyarakat Pancasila, maka pendidikan harus dijiwai Pancasila sehingga akan melahirkan masyarakat yang susila, bertanggung jawab, adil dan  makmur, baik spiritual maupun materiil dan berjiwa Pancasila. Dengan demikian, sekolah harus mencerminkan sila-sila dari Pancasila.
c.         Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Persatuan merupakan kunci kemenangan. Dengan persatuan yang kuat kita dapat menikmati alam kemerdekaan. Indonesia secara geografis membentang dari 95-141˚ bujur timur dan 6-11˚ lintang selatan. Pancasila dan UUD 1945 serta kecintaan terhadap tanah air menghapus perasaan kesukuan yang sempit dan memotivasi untuk penyebaran dan pemerataan pemba
d.        Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat ini sering dikaitkan dengan kehidupan berdemokrasi. Dalam hal ini, demokrasi sering juga diartikan sebagai kekuasaan ada di tangan rakyat. Bila dilihat dari dunia pendidikan, maka hal ini sangat relevan karena menghargai pendapat orang lain demi kemajuan. Jadi, dalam menyusun tujuan pendidikan, diperlukan ide-ide dari orang lain demi kemajuan pendidikan.
e.         Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia
Setiap bangsa di dunia bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Keadilan ini meliputi kebutuhan di bidang materiil dan di bidang spiritual yang didasarkan pada asas kekeluargaan.
Dalam sistem pendidikan nasional, maksud adil dalam arti luas mencakup seluruh aspek pendidikan yang ada. Adil disini adalah adil dalam melaksanakan pendidikan, anatar ilmu umum dan keagamaan itu seimbang disamping mengejar IPTEK, kita juga mengejar Imtaq yang merupakan tujuan dari ibadah. Adil juga dalam arti sempit di kelas, pendidik tidak boleh membeda-bedakan siswa. Selain itu contoh lain yaitu seorang kepala sekolah harus adil terhadap bawahannya secara wajar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2.      Epistemologi
Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan (adanya) benda-benda. Epistemologi dapat juga berarti bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas validitas dan hakikat ilmu pengetahuan.dengan filsafat, kita dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkatan ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan berwarga negara. Untuk itu bangsa indonesia telah menemukan filsafat Pancasila.
a.      Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui akal atau panca indra dan dari ide atau tuhan. Berbeda dengan pancasila, ia lahir tidak secara mendadak, tetapi melalui proses panjang yang dimatangkan dengan perjuangan. Pancasila digali dari bumi indonesia yang merupakan dasar negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, tujuan atau arah untuk mencapai cita-cita dan perjanjian luhur rakyat indonesia (Widjaya, (1985: 176-177).
Dengan demikian, Pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya melalui perjuangan rakyat. Bila kita hubungkan dengan Pancasila, maka dapat kita ketahui bahwa apakah ilmu itu didapat melalui rasio atau datang dari tuhan.
b.      Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kepribadian manusia adalah subjek yang secara potensial dan aktif berkesadaran tahu atas eksistensi diri, dunia, bahkan juga sadar dan tahu bila di suatu ruang dan waktu ‘tidak ada” apa-apa (kecuali ruang dan waktu itu sendiri). Manusia itu mempunyai potensi atau basis yang dapat dikembangkan. Pancasila adalah ilmu yang diperoleh melalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan mempunyai ilmu moral, diharapkan tidak lagi terjadi kekerasan dan kesewenang-wenangan manusia terhadap yang lainnya. Tingkat kedalaman pengetahuan merupakan perwujudan dari potensi rasio dan intelegensi yang tinggi. Proses pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan secara teknis edukatif lebih sederhana. Komunikasi antara guru dan siswa berfungsi memperjelas bahan-bahan informasi untuk menyamakan persepsi yang ditangkap dari berbagai sumber. Jadi, seorang guru tidak boleh memonopoli kebenaran. Nilai pengetahuan dalam pribadi telah menjadi kualitas dan martabat kepribadian subjek pribadi yang bersangkutan.
c.       Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Proses terbentuknya pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerja sama atau produk hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar dengan faktor kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan. Dalam hal ini, sebagai contohnya adalah ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya. Bila ini dihubungkan dengan pancasila maka sangat sesuai, karena dalam hubungan antar manusia itu diperlukan suatu landasan yaitu Pancasila. Dengan demikian, kita terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri suatu masyarakat dan bagaimana terbentuknya suatu masyarakat.
d.      Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Manusia diciptakan oleh Allah Swt sebagai pemimpin di muka bumi ini untuk memakmurkan umat manusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk memimpin dengan bijaksana. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan memang mempunyai peranan yang besar, tetapi itu tidak menutup kemungkinan peran keluargadan masyarakat dalam membentuk manusia indonesia yang seutuhnya. Jadi, dalam hal ini diperlukan suatu ilmu keguruan untuk mencapai guru yang ideal, guru yang kompeten. Setiap manusia bebas mengeluarkan pendapat dengan melalui lembaga pendidikan. Setiap ada permasalahan diseleseikan dengan jalan musyawarah, agar mendapat kata mufakat.
e.       Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia
Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan prestasi individu serta sebagai karya budaya umat manusia merupakan martabat kepribadian manusia. Dalam arti luas, adil diatas dimaksudkan seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Hal ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu melalui informal, formal, dan nonformal. Dalam sistem pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuan yang mengejar Iptek dan Imtaq. Di bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordinir dalam hal mengentaskan kemiskinan, dimana hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila. Kita harus menghormati dan menghargai hasil karya orang lain, hemat yang berarti pengeluaran sesuai dengan kebutuhan.



3.      Aksiologi
Aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai tidak akan timbul dengan sendirinya, nilai timbul karena manusiamempunyai bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Jadi, masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai. Dikatakan mempunyai nilai, apabila berguna, benar (logis), bermoral, etis dan ada nilai religius. Dengan demikian, dapat pula dibedakan nilai materil dan nilai spiritual. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memiliki nilai-nilai: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
a.      Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Percaya kepada Allah merupakan hal yang paling utama dalam ajaran islam. Di setiap kita mengucapkan kalimat Alloh, baik itu dalam sholat, menikahkan orang, dikumandangkan adzan, para dai mula-mula menyiarkan islam dengan menanamkan keimanan. Dari segi tempat ibadah, dimana-mana kita jumpai tempat ibadah yang baik itu masjid, langgar, atau musholla. Dilihat dari segi pendidikan, sejak dari tingkat kanak-kanak sampai perguruan tinggi, diberikan pelajaran agama dan hal ini merupakan sub-sistem dari sistem pendidikan nasional.
b.      Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam kehidupan umat islam, setiap umat muslim yang datang ke masjid untuk sholat berjamaah berhak berdiri di depan dengan tidak membedakan keturunan, ras, dan kedudukan. Di mata Allah sama, kecuali ketakwaan seseorang. Inilah sebagian kecil contoh dari nilai-nilai Pancasila yang ada dalam kehidupan umat islam.
c.       Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Islam mengajarkan supaya bersatu dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan, mengajarkan untuk taat kepada pemimpin. Memang Indonesia adalah negara Pancasila, bukan negara yang berdasarkan satu agama. Meskipun demikian, warga negara kita tidak lepas dari pembinaan dan bimbingan kehidupan beragama untuk terwujudnya kehidupan beragama yang rukun dan damai. Ketika masa prjuangan Republik Indonesia, para ulama menfatwakan persatuan berjuang melawan penjajah adalah perang fi sabilillah. Sedangkan di zaman sekarang ini, berjuang yang merupakan amal saleh adalah apabila diniatkan karena ibadah. Begitu juga dalam pendidikan, jika kita ingin berhasil, kita harus berkorban demi tercapainya tujuan yang di dambakan. Yang jelas, warga negara punya tanggung jawab untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini. Bercerai berai kita runtuh, bersatu kita teguh!.
d.      Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Jauh sebelum islam datang, di Indonesia sudah ada sikap gotong royong dan musyawarah. Dengan datangnya islam, sikap ini lebih diperkuat lagi dengan keterangan Al-Qur’an. Di dalamnya juga diterangkan bahwa dalam hasil musyawarah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawabdan dipertanggungjwabkan secara moral kepada Allah Swt.
e.       Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia
Adil berarti seimbang antara hak dan kewajiban. Dalam segi pendidikan, adil itu seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama, dimana ilmu agama adalah subsistem dari sistem pendidikan nasional.
Mengembangkan perbuatan yang luhur, menghormati hak orang lain, suka memberi pertolongan, bersikap hemat, suka bekerja, menghargai hasil karya orang lain dan bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Dengan berdasarkan butir-butir dari sila kelima ini, kita dapat mengetahui bahwa nilai-nilai yang ada pada sila kelima ini telah ada sebelum Islam datang. Nilai-nilai ini sudah menjadi darah daging dan telah diamalkan di Indonesia.
Filsafat pendidikan pancasila adalah tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai Sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengelaman dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya adalah subjek manusia Indonesia seutuhnya. Subjek manusia Indonesia seutuhnya ini terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.



BAB III
PENUTUP

a.      Kesimpulan
Dalam ketetapan MPR Nomor XX/MPR/2003, Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Disamping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Oleh karena itu, kita perlu memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa upaya itu, Pancasila hanya akan menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.

b.      Saran
Saran yang dapat penulis kemukakan kepada pembaca agar dapat lebih memahami filsafat pancasila secara mendasar. Dan memahami pula tentang kedudukan pancasila sebagai dasar negara, serta menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat.




Daftar Rujukan

Jalaluddin, dkk. 2011. Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat dan Pendidikan). Jakarta: PT RajaGravindo Persada.

Wiramihardja, Sutardjono A. 2009. Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar